Breaking News
Loading...

Artikel

BERITA

UNIK

Recent Post

Saturday, 18 July 2015
no image

Prestasi Belajar Siswa (student achievement)

Prestasi Belajar Siswa (student achievement)

Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar” (achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain dalam kesenian, olah raga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran.
Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestasi belajar (achievement) semakin terasa penting untuk dibahas, karena mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain:
1.      Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.
2.      Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikolog biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia”
3.      Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya dalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan
4.      Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat.
5.      Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi focus utama yang harus diperhatikan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pembelajaran.
Fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Prestasi belajar tersebut juga sangat bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru mendapatkan suatu refleksi terhadap proses pembelajaran di kelas sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan, atau bimbingan terhadap peserta didik (Arifin, 2009: 12-13).
Proses kognitif Bloom mengalami revisi yang dilakukan oleh Anderson dan Krathwolf (Haryoto, dkk., 2010: 27). Proses kognitif tersebut dikenal dengan istilah dimensi proses kognitif (cognitive process dimension).
Dimensi proses kognitif (pengetahuan) merupakan suatu proses berpikir dalam mengkonstruksi pengetahuan yang meliputi beberapa proses berikut yaitu proses mengingat (remember), mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan mengkreasi (create).
a.       Mengingat
Mengingat merupakan proses perolehan pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. Dimensi proses mengingat melibatkan proses kognitif mengidentifikasi (identifying) dan memanggil (recalling). Proses kognitif mengidentifikasi merupakan proses menemukan pengetahuan dalam memori jangka panjang (long term memory) yang berkaitan dengan pengetahuan yang akan dipelajarinya
b.      Mengerti
Mengerti merupakan proses membangun makna dari informasi yang diberikan melalui komunikasi lisan, tulisan dan gambar grafik. Seseorang disebut mengerti atau memahami suatu pengetahuan jika orang tersebut dapat membuat hubungan antara pengetahuan baru yang diperolehnya dengan pengetahuan awalnya yang diintegrasikan dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses kognitif dalam dimensi mengerti terdiri dari menginterpretasikan, memberikan contoh, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan.
c.       Menerapkan
Menerapkan merupakan kemampuan menggunakan konsep atau prosedur yang dipelajarinya dalam konteks kehidupan sehari-hari atau pemecahan masalah. Kemampuan menerapkan terdiri dari dua kategori proseskognitif, yaitu melakukan latihan dan memecahkan masalah.
d.      Menganalisis
Menganalisis merupakan kemampuan menguraikan suatu mataeri atau konsep kedalam bagian-bagian yang lebih rinci. Kemampuan menganalisis merupakan salah satu tujuan pembelajaran yang sangat penting bagi siswa terutama pada siswa yang sudah dapat berpikir abstrak. Proses dimensi kognitif pada kemampuan menganalisis meliputi kemampuan membedakan, mengorganisasi dan memberikan atribut.
e.       Mengevaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai pembuatan keputusan berdasarkan kriteria dan standar yang telah ditetapkan. Kriteria yang sering digunakan adalah kriteria berstandar kualitas, efesiensi dan konsistensi. Keriteria tersebut berlaku untuk guru dan siswa. Proses kognitif pada mengevaluasi terdiri dari pengecekan (checking) dan peninjauan (critiquing)
f.       Mengkreasi
Proses menkreasi merupakan salah satu dari proses kognitif yang melibatkan kemampuan mewujudkan suatu konsep ke dalam suatu produk. Siswa dikatakan memiliki kemapuan proses kognitif mengkreasi jika siswa tersebut mampu membuat suatu prosuk baru yang melalui sutu proses re-organisasi dari beberapa konsep. Kemampuan yang mendasari proses kognitif menciptakan adalah kemampuan mengkoordinasi pengalaman belajar siswa sebelumnya dan kemampuan berpikir kreatif.
Berpikir kreatif dalam mengkreasi merujuk pada ha-hal yang dapat dilakukan oleh siswa dan hal-hal yang akan dilakukan siswa tersebut mampu mensintesis informasi atau konsep ke dalam bentuk yang lebih menyeluruh. Proses kognitif pada mengkreasi meliputi penyusunan (generating), perencanaan (planning) dan produksi (producing).

Baca juga: Hasil Belajar Siswa
Thursday, 16 July 2015
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/ PBL) 
Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi subjek dalam proses pembelajaran menjadi titik tolak ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif, yaitu salah satunya adalah model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah dalam bahasa inggrisnya diistilahkan dengan Problem-Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured (tidak terstruktur), atau open-ended melalui stimulus dalam belajar (Santyasa, 2008).
PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajarannya kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasi melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan (Tan dalam Rusman, 2012: 229). Graaff & Kolmos (2003) juga menyatakan bahwa PBL merupakan suatu pendekatan pendidikan dimana masalah adalah titik awal dari proses belajar.
Savery (2006) dalam pendapatnya menyatakan bahwa PBL merupakan suatu pendekatan intruksional yang berpusat pada peserta didik dalam memberdayakan penelitian, mengintegrasikan teori dan melaksanakan praktek, menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi yang layak dalam mendefinisikan suatu permasalahan. PBL merupakan bentuk yang sangat menarik, yang dapat memotivasi pebelajar, dan melibatkan secara langsung pengalaman pebelajar dari permasalahan dan solusi yang diajukan.
PBL adalah pembelajaran pedagogi yang berpusat pada siswa yang menawarkan kerangka kerja yang kuat dalam membangun sebuah kurikulum untuk mengajarkan para siswa kemampuan pemecahan masalah yang esensial (Pierrakos et al., 2010). Peserta didik berperan sebagai konstruktor pengetahuan mereka sendiri. Siswa didorong dan diharapkan untuk berpikir, baik kritis dan kreatif, untuk memantau pemahaman mereka sendiri fungsi yaitu pada tingkat metakognitif (Savery & Duffy, 1995).
Duch et al., (2001) juga menyatakan bahwa dalam pendekatan berbasis masalah digunakan masalah dunia nyata siswa yang kompleks untuk memotivasi siswa dalam mengidentifikasi dan melakukan penelitian terhadap konsep dan prinsip yang mereka perlu ketahui melalui pemecahan masalah. Siswa belajar bekerjasama dalam sebuah tim-tim kecil dan menyatukan keahlian siswa untuk memperoleh informasi, berkomunikasi, dan mengintegrasikannya.
Afcariono (2008) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk menemukan masalah dari suatu peristiwa yang nyata, mengumpulkan informasi melalui strategi yang telah ditentukan sendiri untuk mengambil satu keputusan pemecahan masalahnya yang kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk unjuk kerja. Bahkan menurut Downing (2010) bahwa pembelajaran berdasarkan masalah kehidupan nyata siswa (kontekstual) sudah diatur untuk mampu memotivasi belajar siswa melalui interaksi kolompok, teman sebaya dan fasilitator. Permasalahan seperti ini yang nantinya mampu meningkatkan minat siswa untuk termotivasi dan aktif dalam belajar.
PBL tidak sama dengan problem solving (pemecahan masalah). Model PBL pada permasalahannya ditemukan dan dipertemukan sebelum semua pengetahuan yang relevan diperoleh dan menghasilkan pemecahan masalah-masalah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan pemecahan masalah (Dasna & Sutrisno, 2006).  
http://www.kampung-media.com/stock-photo/160-e8899620ff6e13d1a543dc9af12188bd.jpg
Sudarman (2007) juga menyatakan bahwa PBL menggunakan permasalahan dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran.  Barrows (1996) menyatakan bahwa dengan PBL akan menempatkan siswa sebagai pusat belajar karena siswa diberikan tanggung jawab atas belajarnya, sedangkan guru selama pembelajaran berperan sebagai fasilitator atau pengarah (guide).
Arends (dalam Yasa, 2002) menyatakan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian serta percaya diri.
Boud & Feleti (dalam Rusman, 2012: 230) mengemukakan bahwa kurikulum PBL membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dan pola piker yang terbuka, reflektif, kritis dan belajar aktif. Kuriklum PBL memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibandingkan pendekatan yang lain.
Rusman (2012: 230) menyatakan beberapa karakteristik PBL yang dinyatakan sebagai berikut.
1)      Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2)      Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.
3)      Permasalahan pada PBL membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
4)      Belajar adalah kolaboratif, komunikatif dan kooperatif.
5)      Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
6)      Keterbukaan proses dalam pembelajaran berbasis masalah meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
7)      Pembelajaran berbasis masalah melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_HuNf5mOVytbd2oCJT0N0mb6CwHphk8qeKupTLRES35VlCBWMHBZw4RwJFlTkXAJ0_QzvcSA3WVNyJcVIvRrCjDjCDR2kF7svZBHL4JxeleSqOp7D3EGh69ERiCd5BqnpqpfbgjE7IFsR/s1600/Problem+Based+Learning+Process_gif_1.gif
 Sintak/tahapan-tahapan model PBL terdiri dari (1) pendahuluan, (2) seting permasalahan, (3) strategi pemecahan masalah, (4) presentasi dan (5) akhir kegiatan (penutup).
Kegiatan pendahuluan meliputi: (1) penyampaian tujuan pembelajaran dan (2) apersepsi. Seting permasalahan meliputi: (1) penyampaian masalah; (2) internalisasi masalah oleh siswa; (3) pemberian tugas-tugas meliputi: pengajuan hipotesis, pengumpulan fakta, mensintesa informasi yang tersedia melalui kegiatan inkuiri, membuat catatan-catatan yang diperlukan, dan merancang kegiatan/penyelidikan yang berkaitan upaya pemecahan masalah; (4) pemberian alasan terhadap permasalahan; dan (5) identifikasi sumber-sumber pembelajaran yang diperlukan untuk penyelidikan ilmiah.
Strategi pemecaham masalah meliputi: (1) menggunakan berbagai sumber dan kemampuan berpikir kritis dalam melaksanakan penyelidikan eksperimen dan (2) melakukan pemecahan masalah (jawaban hipotesis, menerapkan pengetahuan baru, menemukan hal-hal baru jika perlu diteliti kembali dengan merancang kegiatan baru. Kegiatan presentasi meliputi kegiatan (1) penyajian pemecahan masalah dan  (2) diskusi.
Pada akhir kegiatan (penutup), guru bersama dengan siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diharapkan adalah kesimpulan ilmiah atas jawaban yang diberikan pada permasalah konseptul di awal pembelajaran. Pada tahapan inilah diharapkan siswa sudah memiliki pengetahuan baru dan mampu melakukan penilaian diri (refleksi). Model pembelajaran berbasis masalah memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya.
Margunayasa (2009) menyatakan beberapa keungulan dari model PBL yaitu sebagai berikut.
1)      Pembelajaran berbasis masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
2)      Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
3)      Pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, serta dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
 Sahin & Yorek (2009) juga menyatakan bahwa implementasi model PBL dalam proses pembelajaran ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan prestasi akademik dan perkembangan konseptual siswa. Afolabi & Akinbobola (2009) juga menyatakan bahwa model PBL juga lebih efektif daripada pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional (ceramah) dalam pengajaran dan pembelajaran fisika dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Model PBL juga sangat memungkinkan untuk mendorong interaksi siswa dan tingkat pemikiran siswa yang lebih tinggi.
Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah  tampak pada di bawah ini.

Baca juga:
* Model Pembelajaran Kooperatif
* Model Pembelajaran Konvensional

Think Pair Share (TPS)-English

Back To Top