Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/ PBL)
Perubahan cara pandang terhadap siswa
sebagai objek menjadi subjek dalam proses pembelajaran menjadi titik tolak
ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif, yaitu salah
satunya adalah model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis
masalah dalam bahasa inggrisnya diistilahkan dengan Problem-Based Learning (PBL)
adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada
pebelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured (tidak terstruktur), atau open-ended melalui stimulus dalam belajar (Santyasa, 2008).
PBL
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajarannya kemampuan
berpikir siswa betul-betul dioptimalisasi melalui proses kerja kelompok atau
tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan (Tan dalam Rusman,
2012: 229). Graaff & Kolmos (2003) juga menyatakan bahwa PBL merupakan suatu
pendekatan pendidikan dimana masalah adalah titik awal dari proses belajar.
Savery
(2006) dalam pendapatnya menyatakan bahwa PBL merupakan suatu pendekatan
intruksional yang berpusat pada peserta didik dalam memberdayakan penelitian,
mengintegrasikan teori dan melaksanakan praktek, menerapkan pengetahuan dan
keterampilan untuk mengembangkan solusi yang layak dalam mendefinisikan suatu
permasalahan. PBL merupakan bentuk
yang sangat menarik, yang dapat memotivasi pebelajar, dan melibatkan secara
langsung pengalaman pebelajar dari permasalahan dan solusi yang diajukan.
PBL adalah pembelajaran
pedagogi yang berpusat pada siswa yang menawarkan kerangka kerja yang kuat
dalam membangun sebuah kurikulum untuk mengajarkan para siswa kemampuan
pemecahan masalah yang esensial (Pierrakos et al., 2010). Peserta
didik berperan sebagai konstruktor pengetahuan mereka sendiri. Siswa didorong
dan diharapkan untuk berpikir, baik kritis dan kreatif, untuk memantau
pemahaman mereka sendiri fungsi yaitu pada tingkat metakognitif (Savery &
Duffy, 1995).
Duch et al., (2001) juga menyatakan bahwa dalam pendekatan berbasis masalah digunakan
masalah dunia nyata siswa yang kompleks untuk memotivasi siswa dalam mengidentifikasi dan melakukan penelitian terhadap konsep dan prinsip yang mereka perlu ketahui melalui pemecahan
masalah. Siswa belajar bekerjasama dalam sebuah tim-tim kecil dan menyatukan keahlian siswa untuk memperoleh informasi, berkomunikasi, dan
mengintegrasikannya.
Afcariono (2008) menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk menemukan masalah dari suatu
peristiwa yang nyata, mengumpulkan informasi melalui strategi yang telah
ditentukan sendiri untuk mengambil satu keputusan pemecahan masalahnya yang
kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk unjuk kerja. Bahkan menurut Downing
(2010) bahwa pembelajaran berdasarkan masalah kehidupan nyata siswa (kontekstual)
sudah diatur untuk mampu memotivasi belajar siswa melalui interaksi kolompok,
teman sebaya dan fasilitator. Permasalahan seperti ini yang nantinya mampu
meningkatkan minat siswa untuk termotivasi dan aktif dalam belajar.
PBL tidak sama dengan problem solving (pemecahan masalah). Model
PBL pada permasalahannya
ditemukan dan dipertemukan sebelum semua pengetahuan yang relevan diperoleh dan
menghasilkan pemecahan masalah-masalah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan
pemecahan masalah (Dasna & Sutrisno, 2006).
Sudarman (2007) juga
menyatakan bahwa PBL menggunakan permasalahan dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensial dari materi pembelajaran. Barrows
(1996) menyatakan bahwa dengan PBL
akan menempatkan siswa sebagai pusat belajar karena siswa diberikan tanggung
jawab atas belajarnya, sedangkan guru selama pembelajaran berperan sebagai
fasilitator atau pengarah (guide).
Arends (dalam Yasa, 2002) menyatakan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran di mana siswa
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
mengembangkan kemandirian serta percaya diri.
Boud
& Feleti (dalam Rusman, 2012: 230) mengemukakan bahwa kurikulum PBL membantu
untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dan pola
piker yang terbuka, reflektif, kritis dan belajar aktif. Kuriklum PBL memfasilitasi keberhasilan memecahkan
masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih
baik dibandingkan pendekatan yang lain.
Rusman (2012: 230) menyatakan beberapa karakteristik
PBL yang
dinyatakan sebagai berikut.
1) Permasalahan
menjadi starting point dalam belajar.
2) Permasalahan
yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak
terstruktur.
3) Permasalahan pada
PBL membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
4) Belajar adalah
kolaboratif, komunikatif dan kooperatif.
5) Pengembangan keterampilan
inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan
untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
6) Keterbukaan
proses dalam pembelajaran berbasis masalah meliputi sintesis dan integrasi dari
sebuah proses belajar.
7) Pembelajaran
berbasis masalah melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar
Sintak/tahapan-tahapan
model PBL terdiri dari (1) pendahuluan, (2) seting
permasalahan, (3) strategi pemecahan masalah, (4) presentasi dan (5) akhir
kegiatan (penutup).
Kegiatan pendahuluan meliputi: (1) penyampaian
tujuan pembelajaran dan (2) apersepsi. Seting permasalahan meliputi: (1) penyampaian
masalah; (2) internalisasi masalah oleh siswa; (3) pemberian tugas-tugas
meliputi: pengajuan hipotesis, pengumpulan fakta, mensintesa informasi yang
tersedia melalui kegiatan inkuiri, membuat catatan-catatan yang
diperlukan, dan merancang kegiatan/penyelidikan yang berkaitan upaya pemecahan
masalah; (4) pemberian alasan terhadap permasalahan; dan (5) identifikasi sumber-sumber
pembelajaran yang diperlukan untuk penyelidikan ilmiah.
Strategi pemecaham masalah meliputi: (1) menggunakan
berbagai sumber dan kemampuan berpikir kritis dalam melaksanakan penyelidikan
eksperimen dan (2) melakukan pemecahan masalah (jawaban hipotesis, menerapkan
pengetahuan baru, menemukan hal-hal baru jika perlu diteliti kembali dengan
merancang kegiatan baru. Kegiatan presentasi meliputi kegiatan (1)
penyajian pemecahan masalah dan (2)
diskusi.
Pada akhir kegiatan (penutup), guru
bersama dengan siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan. Kesimpulan
yang diharapkan adalah kesimpulan ilmiah atas jawaban yang diberikan pada
permasalah konseptul di awal pembelajaran. Pada tahapan inilah diharapkan
siswa sudah memiliki pengetahuan baru dan mampu melakukan
penilaian diri (refleksi). Model pembelajaran berbasis masalah memiliki
keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya.
Margunayasa (2009)
menyatakan beberapa
keungulan dari model PBL yaitu sebagai berikut.
1)
Pembelajaran
berbasis masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan
untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
2)
Pembelajaran
berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
3)
Pembelajaran
berbasis masalah dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, serta dapat mendorong
siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses
belajarnya.
Sahin & Yorek (2009) juga menyatakan
bahwa
implementasi model PBL
dalam proses pembelajaran ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan prestasi akademik
dan perkembangan konseptual siswa. Afolabi & Akinbobola (2009) juga menyatakan bahwa model PBL juga lebih efektif daripada pembelajaran dengan menggunakan metode
konvensional (ceramah) dalam pengajaran dan pembelajaran fisika dan ilmu pengetahuan pada
umumnya. Model PBL juga sangat memungkinkan untuk mendorong interaksi siswa dan tingkat pemikiran siswa yang lebih tinggi.
Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran
berbasis masalah tampak pada di bawah ini.
Baca juga:
* Model Pembelajaran Kooperatif
* Model Pembelajaran Konvensional
* Think Pair Share (TPS)-English
Baca juga:
* Model Pembelajaran Kooperatif
* Model Pembelajaran Konvensional
* Think Pair Share (TPS)-English
0 komentar :
Post a Comment