Breaking News
Loading...
Thursday, 16 July 2015

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/ PBL) 
Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi subjek dalam proses pembelajaran menjadi titik tolak ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif, yaitu salah satunya adalah model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah dalam bahasa inggrisnya diistilahkan dengan Problem-Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured (tidak terstruktur), atau open-ended melalui stimulus dalam belajar (Santyasa, 2008).
PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajarannya kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasi melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan (Tan dalam Rusman, 2012: 229). Graaff & Kolmos (2003) juga menyatakan bahwa PBL merupakan suatu pendekatan pendidikan dimana masalah adalah titik awal dari proses belajar.
Savery (2006) dalam pendapatnya menyatakan bahwa PBL merupakan suatu pendekatan intruksional yang berpusat pada peserta didik dalam memberdayakan penelitian, mengintegrasikan teori dan melaksanakan praktek, menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi yang layak dalam mendefinisikan suatu permasalahan. PBL merupakan bentuk yang sangat menarik, yang dapat memotivasi pebelajar, dan melibatkan secara langsung pengalaman pebelajar dari permasalahan dan solusi yang diajukan.
PBL adalah pembelajaran pedagogi yang berpusat pada siswa yang menawarkan kerangka kerja yang kuat dalam membangun sebuah kurikulum untuk mengajarkan para siswa kemampuan pemecahan masalah yang esensial (Pierrakos et al., 2010). Peserta didik berperan sebagai konstruktor pengetahuan mereka sendiri. Siswa didorong dan diharapkan untuk berpikir, baik kritis dan kreatif, untuk memantau pemahaman mereka sendiri fungsi yaitu pada tingkat metakognitif (Savery & Duffy, 1995).
Duch et al., (2001) juga menyatakan bahwa dalam pendekatan berbasis masalah digunakan masalah dunia nyata siswa yang kompleks untuk memotivasi siswa dalam mengidentifikasi dan melakukan penelitian terhadap konsep dan prinsip yang mereka perlu ketahui melalui pemecahan masalah. Siswa belajar bekerjasama dalam sebuah tim-tim kecil dan menyatukan keahlian siswa untuk memperoleh informasi, berkomunikasi, dan mengintegrasikannya.
Afcariono (2008) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk menemukan masalah dari suatu peristiwa yang nyata, mengumpulkan informasi melalui strategi yang telah ditentukan sendiri untuk mengambil satu keputusan pemecahan masalahnya yang kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk unjuk kerja. Bahkan menurut Downing (2010) bahwa pembelajaran berdasarkan masalah kehidupan nyata siswa (kontekstual) sudah diatur untuk mampu memotivasi belajar siswa melalui interaksi kolompok, teman sebaya dan fasilitator. Permasalahan seperti ini yang nantinya mampu meningkatkan minat siswa untuk termotivasi dan aktif dalam belajar.
PBL tidak sama dengan problem solving (pemecahan masalah). Model PBL pada permasalahannya ditemukan dan dipertemukan sebelum semua pengetahuan yang relevan diperoleh dan menghasilkan pemecahan masalah-masalah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan pemecahan masalah (Dasna & Sutrisno, 2006).  
http://www.kampung-media.com/stock-photo/160-e8899620ff6e13d1a543dc9af12188bd.jpg
Sudarman (2007) juga menyatakan bahwa PBL menggunakan permasalahan dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran.  Barrows (1996) menyatakan bahwa dengan PBL akan menempatkan siswa sebagai pusat belajar karena siswa diberikan tanggung jawab atas belajarnya, sedangkan guru selama pembelajaran berperan sebagai fasilitator atau pengarah (guide).
Arends (dalam Yasa, 2002) menyatakan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian serta percaya diri.
Boud & Feleti (dalam Rusman, 2012: 230) mengemukakan bahwa kurikulum PBL membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dan pola piker yang terbuka, reflektif, kritis dan belajar aktif. Kuriklum PBL memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibandingkan pendekatan yang lain.
Rusman (2012: 230) menyatakan beberapa karakteristik PBL yang dinyatakan sebagai berikut.
1)      Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2)      Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.
3)      Permasalahan pada PBL membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
4)      Belajar adalah kolaboratif, komunikatif dan kooperatif.
5)      Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
6)      Keterbukaan proses dalam pembelajaran berbasis masalah meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
7)      Pembelajaran berbasis masalah melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_HuNf5mOVytbd2oCJT0N0mb6CwHphk8qeKupTLRES35VlCBWMHBZw4RwJFlTkXAJ0_QzvcSA3WVNyJcVIvRrCjDjCDR2kF7svZBHL4JxeleSqOp7D3EGh69ERiCd5BqnpqpfbgjE7IFsR/s1600/Problem+Based+Learning+Process_gif_1.gif
 Sintak/tahapan-tahapan model PBL terdiri dari (1) pendahuluan, (2) seting permasalahan, (3) strategi pemecahan masalah, (4) presentasi dan (5) akhir kegiatan (penutup).
Kegiatan pendahuluan meliputi: (1) penyampaian tujuan pembelajaran dan (2) apersepsi. Seting permasalahan meliputi: (1) penyampaian masalah; (2) internalisasi masalah oleh siswa; (3) pemberian tugas-tugas meliputi: pengajuan hipotesis, pengumpulan fakta, mensintesa informasi yang tersedia melalui kegiatan inkuiri, membuat catatan-catatan yang diperlukan, dan merancang kegiatan/penyelidikan yang berkaitan upaya pemecahan masalah; (4) pemberian alasan terhadap permasalahan; dan (5) identifikasi sumber-sumber pembelajaran yang diperlukan untuk penyelidikan ilmiah.
Strategi pemecaham masalah meliputi: (1) menggunakan berbagai sumber dan kemampuan berpikir kritis dalam melaksanakan penyelidikan eksperimen dan (2) melakukan pemecahan masalah (jawaban hipotesis, menerapkan pengetahuan baru, menemukan hal-hal baru jika perlu diteliti kembali dengan merancang kegiatan baru. Kegiatan presentasi meliputi kegiatan (1) penyajian pemecahan masalah dan  (2) diskusi.
Pada akhir kegiatan (penutup), guru bersama dengan siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diharapkan adalah kesimpulan ilmiah atas jawaban yang diberikan pada permasalah konseptul di awal pembelajaran. Pada tahapan inilah diharapkan siswa sudah memiliki pengetahuan baru dan mampu melakukan penilaian diri (refleksi). Model pembelajaran berbasis masalah memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya.
Margunayasa (2009) menyatakan beberapa keungulan dari model PBL yaitu sebagai berikut.
1)      Pembelajaran berbasis masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
2)      Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
3)      Pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, serta dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
 Sahin & Yorek (2009) juga menyatakan bahwa implementasi model PBL dalam proses pembelajaran ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan prestasi akademik dan perkembangan konseptual siswa. Afolabi & Akinbobola (2009) juga menyatakan bahwa model PBL juga lebih efektif daripada pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional (ceramah) dalam pengajaran dan pembelajaran fisika dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Model PBL juga sangat memungkinkan untuk mendorong interaksi siswa dan tingkat pemikiran siswa yang lebih tinggi.
Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah  tampak pada di bawah ini.

Baca juga:
* Model Pembelajaran Kooperatif
* Model Pembelajaran Konvensional

Think Pair Share (TPS)-English

0 komentar :

Post a Comment

Back To Top