Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Paradigma konstruktivistik menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan
perkembangan yang dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga
cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai
proses regulasi diri dalam menyelesaikan konflik kognitif yang sering muncul
melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi.
Santyasa dalam artikelnya menyatakan bahwa belajar
adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang
bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri
yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta
mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses
negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara personal. Belajar
bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog,
penelitian, pengujian hipotesis, dan pengambilan keputusan, yang semuanya
ditujukan untuk memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi
semakin sempurna.
Suparno juga menyatakan belajar sebagai proses aktif pebelajar mengkonstruksi arti
entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan
proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari
dengan pengertian yang sudah dimiliki oleh seseorang sehingga pengertiannya
dikembangkan. Proses tersebut
bercirikan sebagai berikut.
1)
Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh
siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna
dipengaruhi oleh pengertian
yang ia punyai.
2)
Konstruksi arti adalah suatu
proses yang berjalan terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena
atau persoalan yang baru akan diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun
lemah.
3)
Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar juga
bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri,
yaitu suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali
pemikiran seseorang.
4)
Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu
skema/pengetahuan awal seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih
lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang
baik untuk memacu belajar.
5)
Hasil
belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar tentang dunia fisik dan lingkungannya.
6) Hasil
belajar seseorang tergantung dari apa yang telah diketahui si pebelajar,
seperti konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan apa yang
dipelajari.
Adapun
prinsip-prinsip dasar pandangan konstruktivis menurut Suparno adalah
sebagai berikut. 1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara
personal maupun sosial. 2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pembelajar
ke pebelajar, kecuali dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar. 3)
Siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep
ilmiah. 4) Guru berperan sebagai fasilitator menyediakan sarana dan situasi agar
proses berjalan mulus.
Implikasi konstruktivisme terhadap proses belajar mengajar
adalah peran seorang guru sebagai mediator dan fasilitator. Agar peran dan
tugas guru tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa hal yang
diperhatikan oleh pengajar adalah
sebagai berikut.
1) Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan.
2) Membicarakan tujuan dan apa yang akan dilakukan dalam aktivitas di kelas dengan siswa, agar siswa benar-benar terlibat.
3) Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di antara pelajar.
4) Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap mereka bahwa mereka dapat belajar.
5) Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena terkadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang kadang tidak bisa diterima oleh guru.
1) Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan.
2) Membicarakan tujuan dan apa yang akan dilakukan dalam aktivitas di kelas dengan siswa, agar siswa benar-benar terlibat.
3) Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di antara pelajar.
4) Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap mereka bahwa mereka dapat belajar.
5) Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena terkadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang kadang tidak bisa diterima oleh guru.
Perspektif
konstruktivisme dalam
pembelajaran mempunyai ciri-ciri bahwa pembelajaran dilakukan sebagai proses
berfikir individual dalam kolaborasi dan interaksi dengan siswa lain, untuk
memecahkan masalah yang otentik. Siswa harus lebih berperan dan
bertanggungjawab dalam proses belajar dengan bimbingan guru yang lebih berperan
sebagai fasilitator dan mediator. Sebagai model yang mengutamakan keaktifan
siswa dan kemampuan pengembangan berfikir tinggi (kompleks) model pembelajaran
kontruktivistik yang sering digunakan adalah discovery learning dan problem based learning.
Baca juga: Teori Belajar Konvensional
Baca juga: Teori Belajar Konvensional
0 komentar :
Post a Comment