Breaking News
Loading...
Saturday, 16 January 2016

Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Teori Konstruktivistik
Paradigma konstruktivistik menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesaikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi.
Santyasa dalam artikelnya menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara personal. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, dan pengambilan keputusan, yang semuanya ditujukan untuk memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna.
Suparno juga menyatakan belajar sebagai proses aktif pebelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki oleh seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan.  Proses tersebut bercirikan sebagai berikut.
1)      Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna dipengaruhi oleh pengertian yang ia punyai.
2)      Konstruksi arti adalah suatu proses yang berjalan terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru akan diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.
3)      Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar juga bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, yaitu suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4)      Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema/pengetahuan awal seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
5)      Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar tentang dunia fisik dan lingkungannya.
6)      Hasil belajar seseorang tergantung dari apa yang telah diketahui si pebelajar, seperti konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan apa yang dipelajari.
Adapun prinsip-prinsip dasar pandangan konstruktivis menurut Suparno adalah sebagai berikut. 1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial. 2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pembelajar ke pebelajar, kecuali dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar. 3) Siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah. 4) Guru berperan sebagai fasilitator menyediakan sarana dan situasi agar proses berjalan mulus.
Implikasi konstruktivisme terhadap proses belajar mengajar adalah peran seorang guru sebagai mediator dan fasilitator. Agar peran dan tugas guru tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa hal yang diperhatikan oleh pengajar  adalah sebagai berikut.
1) Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan. 
2) Membicarakan tujuan dan apa yang akan dilakukan dalam aktivitas di kelas dengan siswa, agar siswa benar-benar terlibat. 
3) Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di antara pelajar. 
4) Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap mereka bahwa mereka dapat belajar. 
5) Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena terkadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang kadang tidak bisa diterima oleh guru.

Perspektif konstruktivisme dalam pembelajaran mempunyai ciri-ciri bahwa pembelajaran dilakukan sebagai proses berfikir individual dalam kolaborasi dan interaksi dengan siswa lain, untuk memecahkan masalah yang otentik. Siswa harus lebih berperan dan bertanggungjawab dalam proses belajar dengan bimbingan guru yang lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator. Sebagai model yang mengutamakan keaktifan siswa dan kemampuan pengembangan berfikir tinggi (kompleks) model pembelajaran kontruktivistik yang sering digunakan adalah discovery learning dan problem based learning.

Baca juga: Teori Belajar Konvensional

0 komentar :

Post a Comment

Back To Top